Sabtu, 24 Juli 2010

Episode 6 (ujian, awal dari hidupku yang baru)

Posted by Gamal Al Ayyubi 21.55, under | No comments


T
ak kusadari sudah pukul 07.00 ketika ku tengok jam dinding diruang tamu rumahku. Bergegas lah aku untuk segera bersiap-siap. Kukenakan seragam warna putih abu-abu, sejenak menghampiri cermin lalu kusibak rambutku dengan tangan yang sudah ku olesi minyak rambut. Ok, rambut sudah berdiri menantang langit tanda keoptimisanku menghadapi hari ini. Kuhabiskan 15 menitku didalam kamar, 15 menit kemudian aku telah menghabiskan sepiring nasi + telur mata sapi bikinan mama.
Tepat pukul 07.30 aku sudah bersiap-siap dengan motor di halaman rumah. Ditemani mama yang selalu mengoceh memberi nasihat, sampai akhirnya aku kelabakan ketika mama mengingatkan tentang kartu ujian.
Waduhhhh…., kubongkar tas ransel ku, dan hasilnya nihil, aku dan mama sama-sama kelabakan, mama kelabakan mengomel sedangkan aku menkoyak-koyak ransel ku. Kuputuskan untuk tenang sejenak mengingat beberapa waktu kemarin.
“Ahaa….!” Ingatkanku sudah pulih. Ku buka dompet dan ku sibak diantara kerumunan uang kertas yang tebal (cie cie), sampai akhirnya kedapati kertas warna kuning(sejenak berfikir, “adakah uang berwarna kuning?”) jawabannya tidak ada lalu kertas apakan ini, kutarik dengan tergesa sampai akhirnya hati ku lega melihat tulisan “Kartu Ujian Akhir Sekolah” di baris paling atas sendiri.
Gara-gara kejadian kartu ujian, kehadiranku di sekolah menjadi sangat hampa. Y iyalah uadah rame gini,
Mau nunggu dimana y.? sekarang pukul 07.45 tapi setiap emperan kelas sudah dipenuhi siswa-siswa berseragam putih abu-abu berjajar bagaikan barak pengungsian saja.
“Di masjid aja ah, siapa tahu ketemu zahra disana.” batinku
Kebetulan kelas ku dekat dengan masjid jadi lebih cepat ke kelasnya ntar. Baru mau melangkahkan kaki ke dalam masjid, bel sudah berbunyi. Aku sempat terkaget, kukira sudah waktunya masuk kelas. Ternyata bel peringatan bahwa ujian kurang 10 menit lagi. Didalam masjid aku beremu dengan teman-teman belajar kelompok, mereka kelihatan sangat khusyuk menenangkan diri, sepi sekali. Kusapa mereka satu persatu dengan senyum yang lebar membuat mereka sedikit beranjak dari kekhusyukan. Kulihat Anto sedang memegang buku tapi tidak dibaca, tapi diletakkan didepan dadanya. Kucoba untuk menhampirinya.
“Andi mana, to’?” tanyaku tiba-tiba
“G tau, belum dateng kali” jawabnya sepontan
“Ngapain kamu disini sendirian, kulihat dari tadi kamu hanya duduk termenung” Tanya mengintrogasi.
“Belajarlah,” jawabnya membela diri. “Aku ini sedang mengecek isi otakku apakah ada materi yang terlupakan” jelasnya
 “Oo gitu, y udah lanjutkan sana” kataku
Kembali di kagetkan dengan suara bel dari ruang kantor guru. Tiba waktunya
“Ayo, to’!”
“Iya, tungguin bentar”(sambil kelabakan membuka halaman demi halaman secara tidak teratur)
Kebetulan kelasku dan kelas Anto’ bersebelahan.
Aku duduk di bangku baris ketiga dari depan dan berada di paling pinggir alias nempel tembok. Lumayanlah tempatnya enak, ternyata aku dikelilingi orang-orang pintar. Didepanku adalah Eko ahli hitung-hitungan, sebelah kiri Fita ahli analisis dan dibelakangku Ima ahli segalanya(hahaha maksa). Sedangkan aku disini ahli sekali kalau soal maen bola bukan ngerjain soal, gubrakkk.!@#@
Hari pertama aku ujian Bahasa Inggris, kemungkinan yang lancar ngerjain adalah Ima yang duduk dibelakangku. Tapi apakah aku akan mencontek jawabannya. Liat ntar kalau memang mendesak ya ga’papa lah, sedikit salam persaudaraan kusapa dia dengan senyum yang manis.
“Ima, minta bantuannya y kalau ntar aku g bisa” pintaku melas
“Insya Allah” jawabnya melegankan ku.
Soal dan lembar jawaban telah dibagikan, kartu ujian dan alat tulis telah kupersiapkan diatas meja.
Sebelum anda memulai mengerjakan soal ujian ini, marilah! Kita berdo’a terlebih dahulu agar diberi kemudahan dalam mengerjakan soal ujian ini, berdo’a menurut kepercayaan masing- masing dipersilakan. Sang guru penjaga memimpin acara do’a bersama dengan sangat mencekam membuat teman-teman hanyut dalam do’a yang entah apa yang diminta kepada tuhan mereka. Yang jelas aku hanya membaca surah Al-Fatihah. Y mau gimana lagi bisa nya Cuma baca itu.
Selesai, silakan dikerjakan yang mudah terlebih dahulu jangan tergesa-gesa waktunya 120 menit. Kerjakan dengan penuh kejujuran agar hasilnya memuaskan, belum tentu jawaban teman anda benar, jelas sang guru. Kali ini ada dua guru yang menjaga kami, dan semuanya guru asing alias dari sekolah lain. Whatever lah.
Tik tuk tik tuk tik tuk.. suara jarum jam terdengar jelas ditelingaku. Tak disangka waktu kurang setengah jam lagi, dan masih ada lima soal yang belum bisa kujawab karena tak mengerti apa maksud dari soal tersebut. Terpikirkan olehku untuk minta bantuan Ima yang duduk dibelakangku. Tapi ketika aku bertanya dangan berbisik-bisik ria kepada Ima
“Ma, nomor 21 apa” bisik ku tanpa melihat ke beliau
“soalnya apa?” jawabnya mengagetkanku walaupun suaranya tak kalah pelan dengan suaraku
“Ni bocah niat ujian kagak y, masak ga tau soalnya” batinku
“nomor 21” kutanya lagi
“soalnya gimana” jwabnya kembali
Ehm eh mayo kerjakan sendiri. Suara iru mengagetkan dan menggugupkanku. Awas ni bocah ga mau bantuin. Y udah deh kerjain sendiri, di pas-pasin aja jawabannya.
Akhirnya bunyi bel tanda ujian telah usai memekakan telingaku. Setelah keluar dari kelas Ima menghampiriku seraya bertanya “tadi nomor 21 soalnya yang gmn?”, “Loh kamu g dapet soal tadi” bantahku. “Dapet, tapi soalnyakan beda, saoalnya kan disilang A,B,A,B; aku dapet soal A tadi.” Jawaban itu mengagetkan sekaligus menurunkan gengsiku, “lalu kujelaskan deh soal nomor 21” , dan ternyata jawaban kita sama, “Alhamdulillah” batinku.
Selepas berbincang denga Ima aku langsung pulang kerumah tanpa sapa-sapa. Dirumah pun terjadi introgasi besar-besaran dari mama. Tapi dapat kujawab dengan penuh keyakinan bahwa aku bisa.
Hari kedua, ketiga dan keempat kulalui dengan lancar tanpa halangan satupun. Sampai bertemulah hari ke terakhir ujian dan mata ujiannya adalah Matematika, inilah yang namanya ujian, hari ini setelah bangun tidur perutku terasa kembung, setelah sarapan perutku masih kembung, Sampai akhirnya didalam kelas gejala kembung berubah menjadi rasa yang melilit, kuputuskan untuk ke belakang samapi akhirnya kusadari aku terserang diare. Didalam kelas konsentrasiku terbagi dua antara susahnya soal ujian matematiak dan kesakitan menahan perut. Sampai akhirnya ku akhiri ujian dengan sad ending (ketar-ketir) karena perut diare.

Y sudahlah…! Kata mama dengan bijaksana setelah kuceritakan kejadian akhir ujian ini. 

 Hari-hari menunggu pengumuman kelulusan kupenuhi dengan do’a kepada Allah SWT agar hasil yang diberikan adalah hasil yang terbaik. Kesibukan pun mulai kejalani dengan mengurus surat-surat administrasi untuk mendaftar di perguruan tinggi. Juga dengan perjalanan hebat menuju kota-kota besar. Hari-hari itu kini tidak kulalui sendirian lagi, kini Andi, Anto dan Zahra selalu ada berlari bersama-sama menuju tujuan utama yang telah tertanam didalam hati kita masing-masing. Semenjak aku dekat dengan mereka tanpa kusadari pola pikirku berubah 180 derajat, mereka telah menanamkan doktrin-doktrin yang tidak bisa ku elakkan, tapi ucapan terimakasih lah yang aku berikan kepada mereka karena telah membimbingku menuju ke jalan yang lurus. Hatiku selalu tenang ketika berada disamping mereka, kebiasaan ke warung kopi setiap istirahat sekolah mulai berkurang secara drastic semenjak aku kenal mereka. Sering diajak mengikuti pengajian sore di kediaman ustadz sehingga pemahamanku akan agama yang mulia ini semakin terbentuk, walaupn masih ikut-ikutan.Semua berkat Zahra yang telah menjebakku kesini, terima kasih Zahra. Setelah melakukan tes kesana- sini akhirnya aku diterima di Universitas nomor satu di Indonesia , Universitas Indonesia alias UI, Jaket Kuning coy…! Perasaan bahagia sangat menggebu-gebu didalam dadaku. Aneh orang sebodoh aku ini, yang dulu pernah tidak naek kelas bisa keterima di UI, hampir pingsan aku membayangkan hidup dilingkungan Ibu Kota. Tak ubahnya dengan Andi Anto dan Zahra. Mereka diterima di Universitas yang punya nilai jual di Indonesia. Andi ketrima di UGM jurusan hukum, Anto di Undip jurusan ilmu politik. Ini yang membuatku bersemangat ternyata Zahra satu kampus dengan aku walaupun jurusan kita beda jauh. Dia diterima di ekonomi dan bisnis UI, dan aku di fakultas Sastra dan Budaya UI, jurusan yang sangat rendah bobotnya dibandingkan dengan jurusan mereka bertiga. Tapi aku tetap mensyukurinya, bisa kuliah di UI dan satu kampus dengan Zahra pula, bakal sering ketumu nic, tanpa Andi dan Anto tentunya.

0 komentar:

Posting Komentar